Berita Duka
Innalillahi Wainna Ilaihi Roji'un, Innalillahi Wainna Ilaihi Roji'un, Innalillahi Wainna Ilaihi Roji'un, pagi ini pukul 02:20 hari selasa dini hari tanggal 27 Sya'ban 1430 H, bertepatan dengan tanggal 18 Agustus 2009, kota Gresik, Surabaya dan Jawa Timur dikagetkan dengan berita duka, telah kembali ke Rahmat Allah "KH. Ahmad Asrori al Ishaqi", semoga Beliau mendapatkan Rahmat dan SurgaNya...Amiin
Selamat Jalan Kyai Asrori...
sekilas mengenai Biografi KH. Asrori Al Ishaqi semoga kita bisa mengambil hikmah dan meneruskan perjuangan Beliau amiin.
KH. Ahmad Asrori Al-ishaqi merupakan putera dari Kyai Utsman Al-Ishaqi. Beliau mengasuh Pondok Pesantren Al-Fithrah Kedinding Surabaya. Kelurahan Kedinding Lor terletak di Kecamatan Kenjeran Kota Surabaya. Di atas tanah kurang lebih 3 hektar berdiri Pondok Pesantren Al-Fithrah yang diasuh Kiai Ahmad Asrori, putra Kiai Utsman Al-Ishaqy. Nama Al-Ishaqy dinisbatkan kepada Maulana Ishaq, ayah Sunan Giri, karena Kiai Utsman masih keturunan Sunan Giri. Semasa hidup, Kiai Utsman adalah mursyid Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah. Dalam dunia Islam, tarekat Naqsyabandiyah dikenal sebagai tarekat yang penting dan memiliki penyebaran paling luas; cabang-cabangnya bisa ditemukan di banyak negeri antara Yugoslavia dan Mesir di belahan barat serta Indonesia dan Cina di belahan timur. Sepeninggal Kiai Utsman tahun 1984, atas penunjukan langsung Kiai Utsman, Kiai Ahmad Asrori meneruskan kedudukan mursyid ayahnya. Ketokohan Kiai Asrori berawal dari sini.
Tugas sebagai mursyid dalam usia yang masih muda ternyata bukan perkara mudah. Banyak pengikut Kiai Utsman yang menolak mengakui Kiai Asrori sebagai pengganti yang sah. Sebuah riwayat menceritakan bahwa para penolak itu, pada tanggal 16 Maret 1988 berangkat meninggalkan Surabaya menuju Kebumen untuk melakukan baiat kepada Kiai Sonhaji. Tidak diketahui dengan pasti bagaimana sikap Kiai Asrori terhadap aksi tersebut namun sejarah mencatat bahwa Kiai Arori tak surut. Ia mendirikan pesantren Al-Fithrah di Kedinding Lor, sebuah pesantren dengan sistem klasikal, yang kurikulum pendidikannya menggabungkan pengetahuan umum dan pengajian kitab kuning. Ia juga menggagas Al-Khidmah, sebuah jamaah yang sebagian anggotanya adalah pengamal tarekat Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah. Jamaah ini menarik karena sifatnya yang inklusif, ia tidak memihak salah satu organisasi sosial manapun. Meski dihadiri tokoh-tokoh ormas politik dan pejabat negara, majelis-majelis yang diselenggarakan Al-Khidmah berlangsung dalam suasana murni keagamaan tanpa muatan-muatan politis yang membebani. Kiai Asrori seolah menyediakan Al-Khidmah sebagai ruang yang terbuka bagi siapa saja yang ingin menempuh perjalanan mendekat kepada Tuhan tanpa membedakan baju dan kulit luarnya. Pelan tapi pasti organisasi ini mendapatkan banyak pengikut. Saat ini diperkirakan jumlah mereka jutaan orang, tersebar luas di banyak provinsi di Indonesia, hingga Singapura dan Filipina. Dengan kesabaran dan perjuangannya yang luar biasa, Kiai Asrori terbukti mampu meneruskan kemursyidan yang ia dapat dari ayahnya. Bahkan lebih dari itu, ia berhasil mengembangkan Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah ke suatu posisi yang mungkin tak pernah ia bayangkan.
Kiai Asrori adalah pribadi yang istimewa. Pengetahuan agamanya dalam dan kharisma memancar dari sosoknya yang sederhana. Tutur katanya lembut namun seperti menerobos relung-relung di kedalaman hati pendengarnya. Menurut keluarga dekatnya, sewaktu muda Kiai Asrori telah menunjukkan keistimewaan-keistimewaan. Mondhoknya tak teratur. Ia belajar di Rejoso satu tahun, di Pare satu tahun, dan di Bendo satu tahun. Di Rejoso ia malah tidak aktif mengikuti kegiatan ngaji. Ketika hal itu dilaporkan kepada pimpinan pondok, Kiai Mustain Romli, ia seperti memaklumi, “biarkan saja, anak macan akhirnya jadi macan juga.” Meskipun belajarnya tidak tertib, yang sangat mengherankan, Kiai Asrori mampu membaca dan mengajarkan kitab Ihya’ Ulum al-Din karya Al-Ghazali dengan baik. Di kalangan pesantren, kepandaian luar biasa yang diperoleh seseorang tanpa melalui proses belajar yang wajar semacam itu sering disebut ilmu ladunni (ilmu yang diperoleh langsung dari Allah SWT). Adakah Kiai Asrori mendapatkan ilmu laduni sepenuhnya adalah rahasia Tuhan, wallahu a’lam. Ayahnya sendiri juga kagum atas kepintaran anaknya. Suatu ketika Kiai Utsman pernah berkata “seandainya saya bukan ayahnya, saya mau kok ngaji kepadanya.” Barangkali itulah yang mendasari Kiai Utsman untuk menunjuk Kiai Asrori (bukan kepada anak-anaknya yang lain yang lebih tua) sebagai penerus kemursyidan Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah padahal saat itu Kiai Asrori masih relatif muda, 30 tahun.
Komentar
Semoga arwahnya di terima di sisinya sesuai dengan amal ibadahnya amin.
Ya Rahhman Ya Rahhim,... semoga beliau mendapat tempat yang layak di sisi-Mu.
Selamat jalan wahai kyai...hanya Dengan Nama Alloh Sang Maha Segala-galanya.
Hatiku menangis disaat terdengar khabar bahwa Sang Pembawa Amanah,Penegak Perjuangan,Tonggak Kokoh Islam telah kembali kepada-Nya.
Bukan kepergiannya yang ku tangisi,tapi bagaimanakah nasib ummat Islam sepeninggalan beliau-beliau ini?
Sudah adakah pengganti beliau?
Sudah siapkah para pengganti beliau ini?sementara kehancuran moral semakin menggerogoti kaum muda zaman ini.
Ya..Alloh Tuhan kami...mohon tambahkan rahmat-Mu untuk kejayaan Islam agar tetap ada tonggak-tonggak kokoh pengganti bagi yang sudah kembali kepada-Mu.agar tercipta keseimbangan di bumi ini.aamiin.
Wahai kaum muda!bangkitlah!prihatinlah akan keadaan ini!jangan hanya bermalas-malasan!merasakan nikmat dunia yang hakikatnya sementara (sekejap saja) ini!
Kesempatan emas masih luas membentang.pilihlah jalan yang lurus,berdoa dan berfikirlah sebelum berjalan.
Semoga Alloh berkenan memberikan hidayah-Nya kepada kita.aamiin.
Selamat jalan wahai Pejuang Agama Alloh....kami 'kan mengenangmu...
Segala Puji Bagi Alloh...
Mohon maaf atas segala kesalahan.
Al-Faqir : hamba hina